Radja bersiap-siap berangkat ke China untuk konser selanjutnya. Semua sudah siap, kecuali Ian. Ia belum membereskan barang-barangnya untuk segera berangkat. Seno menyusul Ian di kamar hotel. Karena, setelah ditunggu hampir dua jam, Ian tidak juga keluar dari kamar.
Seno : “Lo gila, ya?! Buruan!”
Emosi Seno mulai lepas kontrol.
Ian : “Gue.. ga ikut.”
Seno merasa heran dengan sukap Ian.
Seno : “Lo ngomong apaan?”
Ian : “Gue mau cari Rea. Dia anda di sini.”
Seno : “Udahlah, Ian. Rea itu adanya di Jakarta.”
Ian : “Pokoknya, gue ga akan ikut.”
Seno : “Lo emang udah gila. Ian, lo tuh vokalis. Kalau ga ada lo, siapa yang nyanyi?”
Ian : “Gue tetap pada keputusan. Kalau perlu, sekarang juga, gue keluar dari Radja. Biar gue bisa leluasa nyari Rea.”
Masalah ini diketahui oleh manager Radja.
Manager Radja: “Gini ya, Ian. Lo tuh udah terikat kontrak, jadi ga bisa asal keluar gitu aja.”
Ian : “Tapi, gue ini memang bener-bener gue bisa ikut ke China. Gue ada urusan penting. Bisa?”
Manager Radja: “Ng.. gini aja. Lo boleh nyelesaiin urusan lo. Tapi.. gue cuma bisa ngasih lo waktu seminggu. Gimana?”
Ian : “Oke.”
Maka, tiga personel Radja beserta rombongan berangkat duluan ke China.
Ian menelpon Elly yang ada di Bandung.
Ian : “Ini.. masih nomernya Elly, kan?”
Elly : “Iya. Lo.. Ian, yah?”
Ian : “El, gue mau tanya sama lo, nih. Rea.. di London, tinggal di jalan apa? Nomer telponnya berapa?”
Elly : “Emang mau diapain?”
Ian : “Ya.. gue boleh kan, tanya.”
Sebenarnya, Elly kasihan pada Ian. Tapi, ia tidak mau mengkhianati amanat Rea. Maka..
Elly : “Sorry, gue ga punya nomer telpon dia yang di London. Apalagi, alamatnya.”
Ian : “Masa`, lo ga tau?”
Elly : “Bener. Swear, deh!”
Di tempat lain, Pasha baru selesai ceck sound di sebuah studio bersama personil Ungu yang lain.
Pasha merasa sedikit lelah. Ia pun duduk di dekat Enda, salah satu personil Ungu.
Enda : “Sha, kalau ga salah, lo punya teman cewek yang namanya Rea. Iya, kan?”
Pasha : “Bener. Kenapa?”
Enda : “Kok, sekarang ga pernah kelihatan lagi? Dan.. lo udah jarang pergi ke Bandung. Kenapa?”
Pasha : “Dia lagi kuliyah di London.”
Enda : “Oh..”
Ngomongin soal Rea, Pasha jadi ingat. Betapa sangat berbakatnya gadis itu. Bagimana kabarnya gadis itu sekarang?
Pasha : “Gue jadi kangen sama Rea.”
Saat akan tidur, Pasha iseng mencoba menelpon Rea.
Di London, masih siang. Jadi, Rea sedang sibuk kuliyah. Pada jam kuliyahnya dosen killer ini, tiba-tiba, ponsel bernada dering lagu Ungu-Seperti yang Dulu. Berdering dengan lembut tapi volumenya maksimum. Rupanya, Rea lupa mematikan ponselnya. Buru-buru Rea menerimanya.
Rea : “Hallo!”
Suara Pasha yang merdu, bernyanyi di telinga Rea.
Pasha : “Semuanya telah berakhir/ Antara hatiku dan hatimu/ Tak kan ada cinta/ Seperti yang dulu../ Semuanya telah berakhir/ Antara diriku dan dirimu/ Tak kan ada rindu../ Seperti yang dulu..” (Seperti Yang Dulu – Ungu)
Rea : “Pasha?”
Seisi kelas menoleh pada Rea. Termasuk si dosen killer.
Pasha : “Masih inget, nih?”
Rea : “Ya iya, lah.”
Pasha : “Rea, aku.. kangen kamu.”
Rea : “Sama.”
Tiba-tiba, suara gebrakan membuat ponsel Rea terjatuh, karena Rea terkejut.
Dosen : “What are you doing?”
Rea : “No, Nothing.”
Dosen : “Lie!”
Gara-gara ponsel Rea jatuh, otomatis, sambungan dari Pasha mati.
Pasha yang tidak tau apa-apa langsung telpon balik.
Dosen killer itu yang menerima.
Pasha : “Hallo, Rea! Kamu ga pa-pa, kan? Kok telponnya tiba-tiba mati?”
Lalu..
Dosen : “Don’t distrube my time with your nonsense language!”
Dosen killer itu menyita ponsel Rea.
Rea jadi tidak enak pada Pasha. Pasha, kan ga tau apa-apa.
Pulang kuliyah, dengan pinjam ponsel Katty, Rea mencoba telpon Elly, menanyakan nomer Pasha. Karena, Rea tidak hafal.
Katty : “Who`s called you just now? Is he.. Ian Kasela? Vocalist of The King?”
Rea : “He isn’t. someone whom called me just now is Pasha. Ungu`s Vocalist. My friend.”
Setelah dapat nomernya Pasha, Rea langsung telpon.
Pasha sudah tidur lelap. Ia tidak mengangkat telpon, karena terlalu terbuai mimpi indah.
Tetapi, hal itu membuat Rea merasa, Pasha sedang marah. Rea jadi tidak enak. Apalagi, berkali-kali Rea mencoba menelpon Pasha, tapi, nomernya selalu tidak aktif. Kalau pun aktif, tidak pernah diangkat.
Ian harus keliling London untuk mencari Rea. Padahal, London adalah kota besar, yang sangat padat penduduknya. Ian terus putus asa. Ia mencari ke setiap universitas, atau sekolah-sekolah yang setingkat dengan mahasiswa. Tapi nihil.
Ian begitu letih. Setelah sampai di universitas terakhir yang ia singgahi, dan ia tidak menemukan Rea. Benar-benar letih. Karena letih itu, Ian duduk di trotoar depan gerbang universitas tersebut. Ia mulai berpikir keras. Waktu yang diberi oleh manager tinggal dua hari lagi. Tengah melamun, tiba-tiba, dibalik kacamata hitamnya, ia menyoroti seorang gadis yang baru keluar dari gedung universitas. Tanpa terasa, Ian dibawa melangkah, mendekati gadis itu, dan..
Ian: “Rea..”
Gadis yang memang adalah Rea itu, begitu terkejut.
Rea: “I, Ian..?”
Ian menatap wajah Rea, yang makin cantik saja.
Ian: “Boleh, aku bicara sama kamu?”
Rea: “Bicara apa?”
Ian: “Sesuatu yang perlu kamu tau. Please..”
Rea: “Oke.”
Mereka berdua singgah di sebuah kafe.”
Sebelum bicara, sekali lagi Ian menatap wajah Rea.
Ian : “Rea, sebelumnya, aku pingin bilang sama kamu, kalau aku.. kangen banget sama kamu.”
Rea : “To the point aja!”
Ian : “Oke. Rea, tentunya, kamu tau, kalau aku udah menikah sama Tarin. Perlu kamu tau, aku bahagia.”
Rea : “Oh, jadi, kamu ngajakin aku ngomong berdua, untuk pamer kebahagiaan? Aku kasih tau, yah. Aku, sekarang udah ga mikirin kamu lagi.”
Ian : “Dengerin dulu! Aku bahagia, karena ternyata, Tarin juga ga mencintai aku. Kami sepakat, untuk pura-pura mesrah. Dia, juga dukung aku untuk mencintai kamu. Itu yang buat aku bahagia.”
Rea terdiam.
Ian : “Kamu boleh ga percaya. Karena aku paham. Bagimana perasaan kamu saat ini. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau, aku selalu mencintai kamu. Jika Tuhan mengizinkan, walau pun sampai akhir hari, aku akan tetap mencintai kamu.”
Rea masih diam. Kemudian, Ian naik ke pentas kafe, meminjam gitar, lalu bernyanyi.
Ian : “Bukalah hatimu/ Untuk diriku/ Sebelum cinta hilang/ Jangan memaksakan ingin yang lain/ Tunggulah cinta memanggil/ Yakinkan cintamu kepadaku/ Agar aku bisa memiliki/ Setulus hatiku mencintai dirimu/ Lupakanlah semua mimpi-mimpi/ Walau pun bayangan menghantui/ Yang kadang ingin selalu memilih cinta..” (Yakin – Radja)
Lagu berikutnya.. Rea tampil membalas lagu Ian.
Rea : “Ku yakinkan diri.. demi rinduku../ Penawar hanya dari wajah kekasih/ Walau pun rintangan datang menduga/ Ku penuhinya, karena cinta membara/ Oh.. mimpi yang terindah/ Jelmalah dalam nyata/ Wajah-wajah kekasih..” (Wajah-Wajah Kekasih – Siti Nurhalizah)
Rupanya, Rea mulai membuka hatinya kembali untuk Ian. Ian memeluk Rea dengan erat.
Ian : “Aku cinta kamu, Rea..”
Rea : “Aku juga, Ian..”