Sabtu, 19 Juli 2008

Bab 9: Yakin Akan Cinta

Radja bersiap-siap berangkat ke China untuk konser selanjutnya. Semua sudah siap, kecuali Ian. Ia belum membereskan barang-barangnya untuk segera berangkat. Seno menyusul Ian di kamar hotel. Karena, setelah ditunggu hampir dua jam, Ian tidak juga keluar dari kamar.

Seno : “Lo gila, ya?! Buruan!”

Emosi Seno mulai lepas kontrol.

Ian : “Gue.. ga ikut.”

Seno merasa heran dengan sukap Ian.

Seno : “Lo ngomong apaan?”

Ian : “Gue mau cari Rea. Dia anda di sini.”

Seno : “Udahlah, Ian. Rea itu adanya di Jakarta.”

Ian : “Pokoknya, gue ga akan ikut.”

Seno : “Lo emang udah gila. Ian, lo tuh vokalis. Kalau ga ada lo, siapa yang nyanyi?”

Ian : “Gue tetap pada keputusan. Kalau perlu, sekarang juga, gue keluar dari Radja. Biar gue bisa leluasa nyari Rea.”

Masalah ini diketahui oleh manager Radja.

Manager Radja: “Gini ya, Ian. Lo tuh udah terikat kontrak, jadi ga bisa asal keluar gitu aja.”

Ian : “Tapi, gue ini memang bener-bener gue bisa ikut ke China. Gue ada urusan penting. Bisa?”

Manager Radja: “Ng.. gini aja. Lo boleh nyelesaiin urusan lo. Tapi.. gue cuma bisa ngasih lo waktu seminggu. Gimana?”

Ian : “Oke.”

Maka, tiga personel Radja beserta rombongan berangkat duluan ke China.


Ian menelpon Elly yang ada di Bandung.

Ian : “Ini.. masih nomernya Elly, kan?”

Elly : “Iya. Lo.. Ian, yah?”

Ian : “El, gue mau tanya sama lo, nih. Rea.. di London, tinggal di jalan apa? Nomer telponnya berapa?”

Elly : “Emang mau diapain?”

Ian : “Ya.. gue boleh kan, tanya.”

Sebenarnya, Elly kasihan pada Ian. Tapi, ia tidak mau mengkhianati amanat Rea. Maka..

Elly : “Sorry, gue ga punya nomer telpon dia yang di London. Apalagi, alamatnya.”

Ian : “Masa`, lo ga tau?”

Elly : “Bener. Swear, deh!”


Di tempat lain, Pasha baru selesai ceck sound di sebuah studio bersama personil Ungu yang lain.

Pasha merasa sedikit lelah. Ia pun duduk di dekat Enda, salah satu personil Ungu.

Enda : “Sha, kalau ga salah, lo punya teman cewek yang namanya Rea. Iya, kan?”

Pasha : “Bener. Kenapa?”

Enda : “Kok, sekarang ga pernah kelihatan lagi? Dan.. lo udah jarang pergi ke Bandung. Kenapa?”

Pasha : “Dia lagi kuliyah di London.”

Enda : “Oh..”

Ngomongin soal Rea, Pasha jadi ingat. Betapa sangat berbakatnya gadis itu. Bagimana kabarnya gadis itu sekarang?

Pasha : “Gue jadi kangen sama Rea.”


Saat akan tidur, Pasha iseng mencoba menelpon Rea.


Di London, masih siang. Jadi, Rea sedang sibuk kuliyah. Pada jam kuliyahnya dosen killer ini, tiba-tiba, ponsel bernada dering lagu Ungu-Seperti yang Dulu. Berdering dengan lembut tapi volumenya maksimum. Rupanya, Rea lupa mematikan ponselnya. Buru-buru Rea menerimanya.

Rea : “Hallo!”

Suara Pasha yang merdu, bernyanyi di telinga Rea.

Pasha : “Semuanya telah berakhir/ Antara hatiku dan hatimu/ Tak kan ada cinta/ Seperti yang dulu../ Semuanya telah berakhir/ Antara diriku dan dirimu/ Tak kan ada rindu../ Seperti yang dulu..” (Seperti Yang DuluUngu)

Rea : “Pasha?”

Seisi kelas menoleh pada Rea. Termasuk si dosen killer.

Pasha : “Masih inget, nih?”

Rea : “Ya iya, lah.”

Pasha : “Rea, aku.. kangen kamu.”

Rea : “Sama.”

Tiba-tiba, suara gebrakan membuat ponsel Rea terjatuh, karena Rea terkejut.

Dosen : “What are you doing?”

Rea : “No, Nothing.”

Dosen : “Lie!”

Gara-gara ponsel Rea jatuh, otomatis, sambungan dari Pasha mati.

Pasha yang tidak tau apa-apa langsung telpon balik.

Dosen killer itu yang menerima.

Pasha : “Hallo, Rea! Kamu ga pa-pa, kan? Kok telponnya tiba-tiba mati?”

Lalu..

Dosen : “Don’t distrube my time with your nonsense language!”

Dosen killer itu menyita ponsel Rea.

Rea jadi tidak enak pada Pasha. Pasha, kan ga tau apa-apa.


Pulang kuliyah, dengan pinjam ponsel Katty, Rea mencoba telpon Elly, menanyakan nomer Pasha. Karena, Rea tidak hafal.

Katty : “Who`s called you just now? Is he.. Ian Kasela? Vocalist of The King?”

Rea : “He isn’t. someone whom called me just now is Pasha. Ungu`s Vocalist. My friend.”

Setelah dapat nomernya Pasha, Rea langsung telpon.

Pasha sudah tidur lelap. Ia tidak mengangkat telpon, karena terlalu terbuai mimpi indah.

Tetapi, hal itu membuat Rea merasa, Pasha sedang marah. Rea jadi tidak enak. Apalagi, berkali-kali Rea mencoba menelpon Pasha, tapi, nomernya selalu tidak aktif. Kalau pun aktif, tidak pernah diangkat.


Ian harus keliling London untuk mencari Rea. Padahal, London adalah kota besar, yang sangat padat penduduknya. Ian terus putus asa. Ia mencari ke setiap universitas, atau sekolah-sekolah yang setingkat dengan mahasiswa. Tapi nihil.

Ian begitu letih. Setelah sampai di universitas terakhir yang ia singgahi, dan ia tidak menemukan Rea. Benar-benar letih. Karena letih itu, Ian duduk di trotoar depan gerbang universitas tersebut. Ia mulai berpikir keras. Waktu yang diberi oleh manager tinggal dua hari lagi. Tengah melamun, tiba-tiba, dibalik kacamata hitamnya, ia menyoroti seorang gadis yang baru keluar dari gedung universitas. Tanpa terasa, Ian dibawa melangkah, mendekati gadis itu, dan..

Ian: “Rea..”

Gadis yang memang adalah Rea itu, begitu terkejut.

Rea: “I, Ian..?”

Ian menatap wajah Rea, yang makin cantik saja.

Ian: “Boleh, aku bicara sama kamu?”

Rea: “Bicara apa?”

Ian: “Sesuatu yang perlu kamu tau. Please..”

Rea: “Oke.”

Mereka berdua singgah di sebuah kafe.”


Sebelum bicara, sekali lagi Ian menatap wajah Rea.

Ian : “Rea, sebelumnya, aku pingin bilang sama kamu, kalau aku.. kangen banget sama kamu.”

Rea : “To the point aja!”

Ian : “Oke. Rea, tentunya, kamu tau, kalau aku udah menikah sama Tarin. Perlu kamu tau, aku bahagia.”

Rea : “Oh, jadi, kamu ngajakin aku ngomong berdua, untuk pamer kebahagiaan? Aku kasih tau, yah. Aku, sekarang udah ga mikirin kamu lagi.”

Ian : “Dengerin dulu! Aku bahagia, karena ternyata, Tarin juga ga mencintai aku. Kami sepakat, untuk pura-pura mesrah. Dia, juga dukung aku untuk mencintai kamu. Itu yang buat aku bahagia.”

Rea terdiam.

Ian : “Kamu boleh ga percaya. Karena aku paham. Bagimana perasaan kamu saat ini. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau, aku selalu mencintai kamu. Jika Tuhan mengizinkan, walau pun sampai akhir hari, aku akan tetap mencintai kamu.”

Rea masih diam. Kemudian, Ian naik ke pentas kafe, meminjam gitar, lalu bernyanyi.

Ian : “Bukalah hatimu/ Untuk diriku/ Sebelum cinta hilang/ Jangan memaksakan ingin yang lain/ Tunggulah cinta memanggil/ Yakinkan cintamu kepadaku/ Agar aku bisa memiliki/ Setulus hatiku mencintai dirimu/ Lupakanlah semua mimpi-mimpi/ Walau pun bayangan menghantui/ Yang kadang ingin selalu memilih cinta..” (YakinRadja)

Lagu berikutnya.. Rea tampil membalas lagu Ian.

Rea : “Ku yakinkan diri.. demi rinduku../ Penawar hanya dari wajah kekasih/ Walau pun rintangan datang menduga/ Ku penuhinya, karena cinta membara/ Oh.. mimpi yang terindah/ Jelmalah dalam nyata/ Wajah-wajah kekasih..” (Wajah-Wajah KekasihSiti Nurhalizah)

Rupanya, Rea mulai membuka hatinya kembali untuk Ian. Ian memeluk Rea dengan erat.

Ian : “Aku cinta kamu, Rea..”

Rea : “Aku juga, Ian..”

Bab 8: Masa Lalu Itu Datang Lagi

Tarin : “Bicara.. serius apa?”

Ian mengajak Tarin duduk di sofa. Berhadapan.

Ian : “Tarin, sebelumnya, aku minta maaf, kalau kata-kataku ada yang membuat kamu.. sakit hati. Tapi, cepat atau lambat, kamu pasti akan tau.”

Tarin masih bingung.

Ian : “Aku.. ga pernah mencintai kamu.”

Tarin : “Apa?”

Ian : “Tarin, sejak pertama kali kita kenal sampai detik ini, aku ga pernah mencintai kamu. Untuk sampai ke depan, aku berharap, ga akan pernah atau lebih tepatnya, jangan sampai jatuh cinta sama kamu.”

Ian akhirnya mengatakan hal ini. Tetapi, Tarin masih tidak mengerti.

Tarin : “Ian, kamu ngomong apa, sih? Aku bingung, deh.”

Ian : “Tarin, aku nikah sama kamu, hanya untuk membahagiakan ayah aku. Ga lebih.”

Tarin tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Ian.

Ian : “Aku.. sudah mencintai orang lain.”

Tarin : “Kenapa baru sekarang kamu ngomong kayak gini? Ga dari dulu-dulu aja.”

Ian : “Karena aku ga pingin nyakitin hati kamu. Itu aja.”

Tarin : “Trus, sekarang gimana? Terus terang aja, aku juga ga pernah mencintai kamu. Tapi, papaku. Kamu tau sendiri, kan? Keras.”

Ian tersenyum lega.

Ian : “Aku lega dengar respon kamu. Seperti yang aku harapin. Lebih, malah.”

Ian menghela nafas, lalu bicara lagi.

Ian : “Sekarang, kita kan ga mungkin langsung cerai. Dan aku, ga mau bikin kamu ga perawan lagi. Maka, kita harus pura-pura di depan banyak orang. Gimana?”

Tarin : “Aku setuju. Tapi, kalau seumpama orang tua kita minta cucu?”

Ian : “Itu bisa diatur. Kan masih banyak bayi-bayi yang butuh uluran tangan kita.”

Ian benar-benar bahagia hari itu. Maka, dirinya dan Tarin sepakat untuk tidur pisah kamar, dan hidup sendiri-sendiri. Namun, bila ada orang tua atau saudara mereka, barulah sandiwara di mulai.

Saking senangnya, Ian pun berniat untuk memberi tau Rea. Tapi, niat itu diurungkan. Mengingat, sekarang Rea adalah pacar Pasha.


Suatu hari, Radja diundang untuk tampil di sebuah acara di Malaysia. Tidak hanya Radja. Tapi juga Slank, Peterpan, dan Dewa. Tapi, Radja adalah tamu special. Ian menikmati acara itu. dan itu membuat Radja bisa tampil sempurna. Maka, sejak saat itu, banyak orang dari mancanegara yang menyukai Radja. Berangkat dari situ, Radja pun go international.

Ian makin sibuk, sampai jarang pulang ke Indonesia.


Di London..

Rea sekolah mengambil bidang pembuatan film. Ia mendalami di bagian penyutradaraan. Tapi, ia juga tak meninggalkan dunia tarik suara.

Suatu hari..

Katty, teman kuliyah Rea datang menemui Rea.

Katty : “Do you want come with me to take part in meet and great program with my idol?”

Rea : “Mm.. how is it?”

Katty : “Please.. If I don’t come with my friend, my mom will never allow me.”

Katty terlihat memelas.

Rea : “Oke. Ill follow you.”

Perilaku Katty mengingatkan Rea pada Elly, sahabatnya yang sangat menyukai Ungu. Gimana kabar Elly, Pasha, dan Ryan, yah? Ian.. ternyata, Rea masih ingat.


Katty dan Rea berangkat ke tempat acara pakai mobil Katty.

Rea : “May I know what`s your idol`s name?”

Katty : “They called them self is The King.”

The King? Artinya adalah.. raja.

Rea : “Where are they come from?”

Katty : “You don`t know?”

Rea : “Nope. So?”

Katty : “They are from your country. Indonesia. Unfortunately, Ian Kasela, vocalist of this group band has not single. He was married.”

Rea tercengang. Kenapa Radja bisa sampai ke Inggris? Ngapain? Apa Ian tau ada dirinya di London ini? Tau dari mana? Pasha? Ga mungkin. Elly, Ryan? Ga mungkin teman-teman mengkhianati dirinya.

Rea : “Are you seriouse, they are Radja from Indonesia?”

Katty : “Yes, that`s it. Their true name. why? You know them?”

Rea : “Oh, no.. I don`t know them.”

Rea harus bisa melupakan Ian. Harus bisa. Tidak boleh tidak bisa. Tapi, bagimana caranya? Sekarang saja, dirinya akan bertemu dengan Ian.


Sampailah di tempat acara. Sudah ramai.

Rea : “Katty, I’ll wait you in the car better.”

Katty : “No. You have to come with me.”

Aneh. Rea tak sanggup menolak. Katty membawa poster jumbo Radja dan beberapa foto. Rea membantu membawakan. Dilihatnya, Ian yang masih seperti dulu. Tidak berubah.

Katty dan Rea sampai di meja Seno. Seno memandang wajah Rea.

Seno : “You`re looking so familiar, Girl!”

Rea : “Oh ya?”

Seno tersenyum. Rea berharap, mereka tidak akan ingat dirinya. Tapi, Moldy dan Indra juga merasa kenal dengan Rea. Tibalah di meja Ian. Ian sibuk menandatangani poster-poster milik fansnya. Jantung Rea berdetak amat kencang. Hingga tak sanggup lagi menahan diri. Maka..

Rea : “I, Ian..”

Ian menoleh, dan melihat siapa yang memanggil. Alangkah terkejut dirinya saat tau Rea ada di hadapannya.

Ian : “Rea..”

Rea : “Ian..”

Ian berdiri, dan langsung memeluk Rea di depan para fans.

Ian : “Rea..”

Rea tidak dapat menahan air mata.

Ian berbisik..

Ian : “Aku masih cinta sama kamu.”

Tapi, Rea lekas menyadari, bahwa Ian sudah menikah. Buru-buru, ia melepaskan diri dari pelukan Ian.

Rea : “Sorry, you get wrong girl.”

Rea buru-buru pergi.


Di mobil, Rea mulai bisa menangis dengan lega.

Katty : “Hey, Rea! You said, you dont know them. But, Ian know you.”

Rea : “Sorry.”

Katty : “So, you know them?”

Rea : “Ian.. Ian.. I love him still like before. I can't forget him, Katty. I can't forget him. Katty, Im still love him. Ian..”

Katty tidak paham maksud Rea. Tapi, ia tidak banyak tanya.


Para personel Radja kembali ke hotel. Mereka bersiap-siap akan segera berangkat ke China.

Moldy, Seno, dan Indra merasa antusias, karena akan singgah ke China.

Indra : “Gue suka banget sama bintang film Hongkong. Kungfunya itu, loh.”

Moldy : “Lagu-lagu mandarin juga asyik, kan?”

Seno : “Gue punya albumnya Andy Lau sama Jacky Chan. Trus, DVD film mereka juga ada.”

Lain dengan Ian. Ia malah ingat pada Rea. Gadis itu ada di London.

Ian : “Rea.. akhirnya aku menemukannya.”


Rea menelpon Elly.

Rea : “El, gue mau tanya sama lo.”

Elly : “Apa?”

Rea : “Apa bener, Radja go international?”

Elly : “Lo masih inget sama Radja?”

Rea : “Jawab dulu pertanyaan gue!”

Elly : “Iya, bener. Mereka lagi sukses-suksesnya go international saat ini. Kenapa memangnya?’

Rea : “Gue ketemu Ian, El.”

Elly terlonjak dari duduknya.

Elly : “Apa?! Kok bisa?! Kapan? Di mana?”

Rea : “Kemarin, di kota ini. London.”

Terdengar suara tawa bahagia Elly di telpon.

Rea : “El, pasti lo yang bilang sama Ian, kalau gue ada di London. Ya, kan?”

Elly : “Sejak Radja, atau Ian nikah, lo berangkat ke London, gue ga pernah ketemu mereka. Ya.. lo pasti tau kan, definisinya ‘kebetulan’?”

Rea masih tidak percaya dengan penjelasan Elly. Rea makin kesal.